Tak Perlu Berharap Bantuan; Nasib Peternak Domba Ada Ditanganmu Sendiri


kau harus bisa-bisa berlapang dada
kau harus bisa-bisa ambil hikmanya
karena semua-semua tak lagi sama

...
kukirim cahaya untuk mu
(lagu; sheila on seven)

Menyusur hutan karet sejauh kurang lebih 3 km, kami menyambangi peternak (mitra dampingan) di sebuah dusun, yakni kampung kelapa dua, desa sumur barang - Kabupaten Subang. Menjelang magrib kami tiba, dan berbuka di sana. Pak Tarsa, nama peternak mitra kami, telah menyiapkan hidangan buka ala kadarnya. Kolak singkong, dilanjut kopi hitam kami mengalir dalam obrolan.

Lampu listrik 30 watt menerangi kami di kamar tamu rumah pak Tarso. Tak begitu terang, alias remang-remang, sebagaimana remangnya nasib peternak domba menghadapi anjloknya harga ternak. Berpekan-pekan harga ternak domba seakan tak pernah memberi lagi harapan atas usaha ini. "Tapi siapa mau peduli?", kataku. Tak perlu mengeluh berlebih, tak perlu pula berharap ada pihak-pihak lain untuk bisa memecahkan masalah ini. nanti cuman bakal sakit hati. "Nasib peternak harus diperjuangkan oleh peternak itu sendiri. Jadi peternak sebuah profesi yang alami, ia dibentuk oleh keadaan dan pilihannya. Tak ada pendaftaran jadi peternak, seperti hanya pendaftaran buruh pabrik atau pegewai negeri, apalagi polisi", begitu kami menyemangati diri dalam silaturahmi kami.

Obrolan ini pun senada tatkala kami berkunjung di Pilangsari, sebuah desa di sebelah utara kabupaten Majalengka."Beternak domba tak semudah membuat teori sebagaimana para ahli yang bekerja di ruang ruang universitas, atau balai-balai pengembangan dan penelitian". Mereka hanya mengajarkan tentang domba beranak, dan kenaikan populasi. Tapi tak pernah mampu menjawab tentang kematian anak-anak dan menyempitnya lahan pengangonan. "Apalagi tentang riil ongkos produksi", kata sabahatku pilangsari.

Lantas apakah kita harus beralih profesi, memilih usaha lain agar lebih bisa menguntungkan? "Rumusnya bakal seperti itu", kataku. Tapi jawaban itu jangan pernah diberikan kepada komunitas masyarakat kecil petani domba. Jika kita tak bisa memberikan solusi selanjutnya. Karena ternak domba adalah pilihan yang ada, yang lainya telah dipilih orang lain yang lebih punya banyak kesempatan. "Tapi perlu tetap dipercaya, setiap hari anak-anak lahir di dunia, setiap hari masih banyak orang butuh daging untuk asupan energi. Masih ada kebutuhan aqikah, masih nun jauh di sana kebutuhan kambing guling".

Tak pernah ada usaha mudah dijalankan, tak pernah ada usaha hidup sekadar menggantungkan bantuan. Peternak domba harus mandiri untuk mengatasi nasibnya sendiri. Dan jika kelak kita bisa rebut kemenangan, otoritas ada ditangan kita. Tak bakal ada yang bisa mempengaruhi kita. Dan kita bisa benar-benar mandiri dengan sesadar-sadarnya mandiri. Itu kata sahabatku, yang kebetulan menjadi ketua kelompok ternak domba "sadar mandiri", di desa pilang sari.

Komentar

Postingan Populer